Monday, April 8, 2013

Rapor Pendidikan Karakter

Istilah "Pendidikan Karakter" adalah trend terbaru dari istilah "Pendidikan Budi Pekerti" yang sedang "hot-hot"nya disosialisasikan oleh Departemen Pendidikan sebagai kurikulum yang akan diampu para mbois teacher  di tahun-tahun mendatang. Negara kami ini memang suka sekali bermain istilah. Ada revolusi ada reformasi, ada SMA ada SLTA. Begitu banyak energi diapakai untuk mensosialisasikan perbedaan-perbedaan dari suku kata atau huruf di dalamnya yang membawa dampak signifikan dalam perubahan penjabaran.  Beraaaaaat..........
(Sejujurnya aku kadang tidak mudeng perbedaanya walaupun sudah duduk 1-2 jam dalam seminar-seminar sosialisasi tersebut.)

Pendidikan Karakter (kurang lebih kalau tidak salah berdasarkan penangkapan terbatasku yaaaa) adalah versi baru dari pendidikan budi pekerti yang sudah pernah ada sekitar 30 tahun yang lalu yang tujuannya mendidik siswa tidak hanya pandai dalam pelajaran tetapi juga mampu mengaplikasikan pelajaran-pelajaran tersebut dalam sikap hidup yang baik terhadap sesama sehari-hari. Betapapun menantangya memahami sebuah istilah baru, perubahan yang membawa kebaikan selalu mendapat tempat di hati para mbois teacher. Dalam beberapa waktu mendatang, istilah pendidikan karakter menjadi topik yng hangat bagi kami yang berkecimpung di bidang pendidikan. (Ngomong-ngomong, ada yng mau merubah istilah "berkecimpung"? "berkeriyapan" mungkin? "berkecipratan"?)

Bagiku pribadi, pendidikan karakter adalah alasan legal yang bisa dipakai untuk berargumentasi menghadapi anak-anak yang tidak mau bekerjasama dalam kelompok atau yang suka sekali mencontek, atau yang suka sekali membuly (meneror, memeras, mengucilkan, menyerang secara fisik, menyerang secara verbal) temannya.
Kebetulan sekolah di tempatku bekerja sudah lebih dulu mengimplementasikan pendidikan karakter jauh sebeum trend ini disosialisasikan pemerintah. Kami bahkan memberikan rapor karakter pada siswa-siswa kami. Maka ketika ada siswa yang rewel menolak bekerja sama dengan temannya aku bisa dengan percaya diri menyeringaikan taring-taring ku padanya.
"Yang tidak mau bekerja sama dengan teman yang sudah ibu tentukan ibu beri nilai C rapor karakternya".
 "Tapi bu, Arga bauuuuuu...!!!"
"Kamu mau rapor karaktermu dapat nila C?!!"
"Ngga bu....."
Lidia yng rewel itu menutup hidungnya kemudian menyeret bangku mendekati Arga yang pasang tampang tersinggung sambil memeriksa daerah-daerah tubuh nya yang telah dituduh mengeluarkan bau tidak sedap.
Pada jam istirahat aku membeli deodorant dan memberikannya pada Arga.
"Mungkin sudah saatnya kamu berhenti pakai bedak bayi Arga. Kmu kan sudah dewasa."

 Tahun ini adalah tahun ke 10 sejak penerapan nilai-nilai karakter dimasukkan dalam kurikulum seolah tempatku bekerja. Pendidikan Karakter membuat siswa-siswa berpikir dua kali sebelum mereka melakukan hal-hal yang tidak baik pada temannya.Salah satu karakter yang diajarkan di sekolah tempatku bekerja adalah karakter Emphaty. Karakter Emphaty diartikan sebagai kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain.
Tidak, mereka tidak belajar ilmu membaca pikiran, tapi belajar memahami perasaan orang lain.
Antara lain:
1. Siswa harus mampu mendengarkan dan dapat memahami perasaan orang lain.
2. Siswa harus mampu memberikan respon yang selaras dengan situasi dan kondisi yang dihadapi
3. Siswa harus mampu mengekspresikan emosi dengan baik.

Dari kisah Lidia dan Arga dapatlah disimpulkan bahwa:
1. Arga perlu belajar memikirkan perasaan temannya ketika memutuskan masuk sekolah dengan bau ketek
2. Lidia harus belajar mengutarakan masukan kepada temannya tanpa menyinggung perasaan

Maka ketika kubaca koran Kompas di perpustakaan sekolah Jumat lalu aku berpikir, seandainya 11 bapak-bapak KOPASUS dan Bapak Suprapto Sosiolog kriminal dari UGM itu mendapatkan pendidikan karakter ketika SMA mungkin akan lain wajah Kompas tgl  5 April.

1. Bapak-bapak KOPASUS perlu belajar mengekspresikan emosi dengan cara yang lebih baik (11 KOPASUS membunuh Preman Yogyakarta)
2. Bapak Suprapto Sosiolog Kriminal Yogyakarta perlu belajar mengutarakan respon yang selaras dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. ( beliau menyatakan di Kompas "Tugas utama aparat adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat bukan mengancam")

Karena kebetulan saya tinggal di malang maka seandainya ada preman malang terbunuh, saya agak kesulitan untuk merasa terancam.

Mohon maaf kepada bapak Suprapto sebelumnya, tapi Rapor Karakter anda saya beri C.
Peace..... (Damai ya pak hehehehehee......)

Eliana Hapsari - Mbois Teacher. 


No comments:

Post a Comment